Baterai isi ulang banyak digunakan dalam piranti elektronik, seperti telepon seluler, tablet, hingga mobil listrik. Para ilmuwan di Nanyang Technology University berhasil membuat baterai yang bisa diisi ulang dengan cepat. Hanya perlu sekitar dua menit, kapasitas daya baterai sudah terisi hingga 70 persen.
Baterai baru tersebut memiliki masa operasional hingga 20 tahun, jauh lebih lama dari tipe litium-ion yang ada saat ini. Terobosan baru dalam pembuatan baterai generasi terbaru itu berdampak besar bagi dunia industri, terutama kendaraan listrik. Pengguna mobil listrik selama ini menghadapi masalah terkait lamanya waktu pengisian dan usia baterai yang terbatas. Dengan baterai baru itu, pemilik mobil listrik bisa menghemat biaya penggantian baterai yang bisa mencapai US$ 5.000.
Professor Chen Xiaodong dari School of Materials Science and Engineering, NTU Singapura, mengatakan baterai baru itu membuat kemampuan mobil listrik membaik karena waktu isi ulangnya cuma lima menit.
Ini setara dengan waktu yang dibutuhkan mobil konvensional saat diisi bahan bakar minyak di stasiun pengisian. "Baterai ini secara drastis mereduksi limbah beracun karena usia pakainya 10 kali lebih panjang dari generasi baterai litium-ion sekarang," ujar Chen, seperti ditulis laman kampus, 13 Oktober 2014.
Baterai litium-ion umumnya bertahan sekitar 500 kali siklus pengisian. Durasi ini sama dengan dua atau tiga tahun penggunaan normal. Setiap siklus pengisian ulang biasanya membutuhkan waktu sekitar dua jam hingga kapasitas baterai penuh. Dengan durasi pengisian yang lebih singkat, baterai baru yang dikembangkan Chen dan tiga koleganya itu tahan hingga 10 ribu siklus atau 20 kali lebih kuat dari tipe litium-ion.
Baterai litium-ion menggunakan material grafit pada anoda atau kutub negatif. Material aditif yang dipakai untuk mengikat elektroda ke anoda mempengaruhi kecepatan transfer elektron dan ion di dalam baterai. Sedangkan di baterai baru, bahan itu diganti dengan material gel yang terbuat dari titanium dioksida. Hasil riset baterai yang dikembangkan selama tiga tahun itu telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Advanced Materials.
Titanium dioksida sangat banyak terdapat di alam, harganya murah, dan aman digunakan. Material itu biasa dipakai sebagai aditif makanan atau campuran tabir surya untuk menghadapi sinar ultraviolet yang berbahaya. Tim NTU mengubah titanium dioksida yang umumnya berbentuk bulat menjadi selongsong kecil berukuran nano. Ukurannya ribuan kali lebih kecil dari diameter rambut manusia. Bentuk itu mempercepat reaksi kimia di dalam baterai yang menyebabkan proses pengisian ulang lebih singkat.
Untuk memproduksi gel baterai itu, para peneliti mencampurkan titanium dioksida dan sodium hidroksida, lalu mengaduknya dalam suhu tertentu. Proses itu juga memudahkan produsen baterai untuk mengintegrasikan gel baru itu dalam proses pembuatan baterai.
Para peneliti kini tengah berusaha membuat purwarupa baterai berukuran besar. Chen berharap baterai generasi terbaru itu sudah bisa masuk ke pasar eletronik dua tahun lagi. Nilai bisnis baterai isi ulang di pasar global, menurut lembaga konsultan Frost & Sullivan, diperkirakan mencapai US$ 23,4 miliar pada 2016.
Profesor NTU Rachid Yazami menyebut temuan Chen dan koleganya adalah lompatan besar dalam teknologi baterai. Yazami adalah salah satu peneliti yang ikut menciptakanlithium-grafit anoda 34 tahun lalu dan dipakai pada baterai litium-ion hingga saat ini. "Ongkos produksi baterai litium-ion terus menyusut dan performanya semakin baik sejak Sony memasarkannya sejak 1991. Pasarnya terus berkembang untuk aplikasi baru pada piranti bergerak dan penyimpanan energi," kata Yazami.
Yazami mengatakan masih banyak ruang untuk mengembangkan baterai isi ulang model baru. Hal itu termasuk seberapa besar daya yang bisa disimpan dalam tempat terbatas yang berhubungan dengan kecepatan pengisian ulang. "Idealnya, waktu pengisian baterai kendaraan listrik kurang dari 15 menit. Anoda berstruktur nano yang dikembangkan Chen telah membuktikannya." (tempo)
Baterai baru tersebut memiliki masa operasional hingga 20 tahun, jauh lebih lama dari tipe litium-ion yang ada saat ini. Terobosan baru dalam pembuatan baterai generasi terbaru itu berdampak besar bagi dunia industri, terutama kendaraan listrik. Pengguna mobil listrik selama ini menghadapi masalah terkait lamanya waktu pengisian dan usia baterai yang terbatas. Dengan baterai baru itu, pemilik mobil listrik bisa menghemat biaya penggantian baterai yang bisa mencapai US$ 5.000.
Professor Chen Xiaodong dari School of Materials Science and Engineering, NTU Singapura, mengatakan baterai baru itu membuat kemampuan mobil listrik membaik karena waktu isi ulangnya cuma lima menit.
Ini setara dengan waktu yang dibutuhkan mobil konvensional saat diisi bahan bakar minyak di stasiun pengisian. "Baterai ini secara drastis mereduksi limbah beracun karena usia pakainya 10 kali lebih panjang dari generasi baterai litium-ion sekarang," ujar Chen, seperti ditulis laman kampus, 13 Oktober 2014.
Baterai litium-ion umumnya bertahan sekitar 500 kali siklus pengisian. Durasi ini sama dengan dua atau tiga tahun penggunaan normal. Setiap siklus pengisian ulang biasanya membutuhkan waktu sekitar dua jam hingga kapasitas baterai penuh. Dengan durasi pengisian yang lebih singkat, baterai baru yang dikembangkan Chen dan tiga koleganya itu tahan hingga 10 ribu siklus atau 20 kali lebih kuat dari tipe litium-ion.
Baterai litium-ion menggunakan material grafit pada anoda atau kutub negatif. Material aditif yang dipakai untuk mengikat elektroda ke anoda mempengaruhi kecepatan transfer elektron dan ion di dalam baterai. Sedangkan di baterai baru, bahan itu diganti dengan material gel yang terbuat dari titanium dioksida. Hasil riset baterai yang dikembangkan selama tiga tahun itu telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Advanced Materials.
Titanium dioksida sangat banyak terdapat di alam, harganya murah, dan aman digunakan. Material itu biasa dipakai sebagai aditif makanan atau campuran tabir surya untuk menghadapi sinar ultraviolet yang berbahaya. Tim NTU mengubah titanium dioksida yang umumnya berbentuk bulat menjadi selongsong kecil berukuran nano. Ukurannya ribuan kali lebih kecil dari diameter rambut manusia. Bentuk itu mempercepat reaksi kimia di dalam baterai yang menyebabkan proses pengisian ulang lebih singkat.
Untuk memproduksi gel baterai itu, para peneliti mencampurkan titanium dioksida dan sodium hidroksida, lalu mengaduknya dalam suhu tertentu. Proses itu juga memudahkan produsen baterai untuk mengintegrasikan gel baru itu dalam proses pembuatan baterai.
Para peneliti kini tengah berusaha membuat purwarupa baterai berukuran besar. Chen berharap baterai generasi terbaru itu sudah bisa masuk ke pasar eletronik dua tahun lagi. Nilai bisnis baterai isi ulang di pasar global, menurut lembaga konsultan Frost & Sullivan, diperkirakan mencapai US$ 23,4 miliar pada 2016.
Profesor NTU Rachid Yazami menyebut temuan Chen dan koleganya adalah lompatan besar dalam teknologi baterai. Yazami adalah salah satu peneliti yang ikut menciptakanlithium-grafit anoda 34 tahun lalu dan dipakai pada baterai litium-ion hingga saat ini. "Ongkos produksi baterai litium-ion terus menyusut dan performanya semakin baik sejak Sony memasarkannya sejak 1991. Pasarnya terus berkembang untuk aplikasi baru pada piranti bergerak dan penyimpanan energi," kata Yazami.
Yazami mengatakan masih banyak ruang untuk mengembangkan baterai isi ulang model baru. Hal itu termasuk seberapa besar daya yang bisa disimpan dalam tempat terbatas yang berhubungan dengan kecepatan pengisian ulang. "Idealnya, waktu pengisian baterai kendaraan listrik kurang dari 15 menit. Anoda berstruktur nano yang dikembangkan Chen telah membuktikannya." (tempo)
0 Komentar untuk "Baterai Isi Ulang Tercepat Dibuat Ilmuwan Singapura"
Harap Maklum Masbro, Komentar dengan Link Aktif Otomatis Terhapus. Trims