Melihat Galaksi bima sakti di Indonesia. Gunung Lawu menjadi jadi favorit para traveler untuk trekking. Tak hanya menikmati pemandangan dari puncak yang indah, ada juga traveler yang berburu foto galaksi Bima Sakti dari puncak Gunung Lawu. Keren!
Berawal dari obrolan ringan di kamar indekos, kami pun sepakat untuk mendaki gunung dalam suasana bulan Ramadan. Setidaknya saya ingin merasakan suasana pendakian yang berbeda dari biasanya, sementara rekan saya, Fahmi, ingin memotret jejak bintang (star trail).
Kami berdua pun menentukan Gunung Lawu sebagai destinasi pendakian kami. Sebagai gambaran, Gunung Lawu terletak dalam wilayah 2 provinsi, yakni provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Untuk provinsi Jawa Tengah, terdapat 3 jalur pendakian yang bisa digunakan oleh para pendaki yakni jalur pendakian Cemoro Kandang di sisi selatan, jalur pendakian candi Cetho di sisi barat serta jalur pendakian Tambak yang juga berada di sisi barat. Untuk provinsi Jawa Timur sendiri memiliki 2 jalur pendakian yakni jalur Cemoro Sewu di sisi selatan serta jalur pendakian Jogorogo di sisi utara.
Namun, untuk jalur resmi hanya melingkupi 2 jalur yakni jalur pendakian Cemoro Sewu dan jalur pendakian Cemoro Kandang, yang menarik adalah kedua jalur ini hanya terpisah beberapa ratus meter.
Untuk pendakian kali ini, kami berdua memutuskan untuk naik melalui jalur Cemoro Sewu. Pertimbangannya adalah jarak tempuhnya yang lebih pendek dari jalur yang lain. Kami berdua berangkat dari Yogyakarta selepas berbuka puasa.
Sepanjang perjalanan dari Yogyakarta menuju basecamp Cemoro Sewu, kami tak hentinya ngobrol. Malang tak dapat ditolak, kabel gas motor yang kami gunakan putus di daerah Klaten. Kami pun lantas mencari bengkel motor untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Setelah berjalan kurang lebih 1 Km, kami berhasil menemukan bengkel motor yang masih buka. Perjalanan kembali dilanjutkan. Sesampainya di daerah Karanganyar, tepatnya di daerah Palur, tiba-tiba lampu motor kami padam. Terpaksa kami menggunakan headlamp sebagai sumber penerangan sepanjang perjalanan. Padahal jarak masih tersisa kurang lebih sekitar 50-an km dari basecamp Cemoro Sewu.
Akhirnya kami tiba di basecamp Cemoro Sewu sebelum tengah malam. Di daerah pasar Tawangmangu, kami sempat berhenti untuk membeli nasi bungkus sebagai santapan sahur. Tepat tengah malam akhirnya kami berdua memulai pendakian bulan Ramadan di Gunung Lawu untuk berburu bintang!
Di sepanjang jalur pendakian, saya menemukan suasana yang benar-benar berbeda. Mulai dari tidak adanya rekan sesama pendaki di sepanjang jalur, hingga langit malam yang cerah bertaburkan bintang. Sungguh merupakan keberuntungan bagi kami, terutama rekan saya Fahmi, yang berniat mengabadikan foto jejak bintang serta lansekap langit malam gunung Lawu.
Tak terasa perjalanan sudah cukup lama, hingga kami berdua tiba di Watu Jago, kira-kira 200 meter sebelum pos 2 pendakian jalur Cemoro Sewu. Di sini, kami memutuskan untuk istirahat sembari menunggu waktu santap sahur tiba.
ahmi pun lantas mengeluarkan peralatan fotografinya untuk mengabadikan pijar terang bintang yang menghiasi langit malam Gunung Lawu. Setelah beberapa lama berada di Watu Jago, kami berdua melanjutkan pendakian dengan target berhenti di pos 5 untuk mendirikan tenda.
Sore harinya, kami memutuskan untuk menuju puncak. Sebelumnya kami menyempatkan mampir di warung Mbok Yem yang berada di sisi utara, tepat sebelum puncak tertinggi gunung Lawu. Mbok Yem sendiri sangat terkenal di kalangan pendaki Gunung Lawu sebagai pemilik warung yang berada di atas ketinggian 3000 mdpl. Di sana, para pendaki bisa menyantap nasi pecel serta segelas teh panas buatan Mbok Yem yang sangat legendaris.
Menurut cerita yang beredar di kalangan pendaki, Mbok Yem sangat jarang turun kebawah. Sehari-hari beliau selalu berada di kawasan puncak Gunung Lawu, membuka warung makan serta tempat penginapan ala kadarnya bagi para pendaki yang tidak atau enggan membuka tenda. Sungguh seperti oase yang berada di tengah gurun pasir.
Kembali ke pendakian, kami akhirnya sampai di warung Mbok Yem. Ternyata di tempat tersebut, kami bertemu dengan rekan sesama pendaki yang juga berasal dari Yogyakarta. Kami pun akhirnya sepakat untuk menuju puncak (summit attack) bersama-sama. Sebelumnya, kami menitipkan barang-barang di tempat Mbok Yem supaya tidak terlalu lelah saat menuju puncak.
Menjelang waktu berbuka, rombongan kami tiba di puncak gunung Lawu. Puncak tertinggi gunung Lawu lebih dikenal dengan sebutan puncak Hargodumilah. Puncak Hargodumilah berada pada ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl). Setibanya di puncak, rombongan kami pun lantas beristirahat, sembari mengabadikan suasana puncak gunung Lawu menjelang terbenamnya matahari.
Saat waktu berbuka tiba, saya dengan tidak sabar lantas meneguk air yang saya bawa. Sungguh segar rasanya setelah mendaki dalam kondisi berpuasa. Seakan mendapatkan energi lain dalam hidup. Taste of Heaven!
Rekan pendakian saya, Fahmi, berhasil mendapatkan foto galaksi Bima Sakti (Milky Way) di Puncak Lawu. Benar-benar keberuntungan bagi kami berdua. Setelah dirasa cukup, kami pun turun kembali menuju warung Mbok Yem untuk beristirahat. Kami tidak lagi mendirikan tenda, melainkan tidur di warung Mbok Yem, dengan pertimbangan esok tidak kerepotan berkemas saat turun gunung.
Esoknya, kami pun turun gunung menuju basecamp Cemoro Sewu selepas santap sahur. Total waktu pendakian yang kami lakukan kurang lebih 3 hari 2 malam terhitung dari keberangkatan kami dari Yogyakarta. Kami sampai di basecamp Cemoro Sewu tanpa kurang suatu apapun. Lagi-lagi kami tidak bersua dengan pendaki lain sepanjang perjalanan turun.
Sungguh suasana yang sangat berbeda mengingat Gunung Lawu merupakan gunung sangat populer di kalangan pendaki sehingga tingkat kepadatan pendaki biasanya cukup tinggi. Teringat saya akan penjelasan dari teman yang menyebut gunung Lawu dengan istilah gunung weekend. Istilah gunung weekend sendiri diartikan sebagai gunung yang bisa dicapai puncak serta turung kembali dalam rentang waktu sehari semalam.
Meski demikian, kami berdua sudah merencanakan untuk tidak terlalu mengejar waktu saat mendaki Gunung Lawu. Pada akhirnya kami berdua berhasil menuntaskan rencana awal yang berasal dari obrolan ringan. Sungguh, menjadi pengalaman yang sangat berbeda saat melakukan kegiatan pendakian disaat bulan Ramadan. (detik)
Berawal dari obrolan ringan di kamar indekos, kami pun sepakat untuk mendaki gunung dalam suasana bulan Ramadan. Setidaknya saya ingin merasakan suasana pendakian yang berbeda dari biasanya, sementara rekan saya, Fahmi, ingin memotret jejak bintang (star trail).
Kami berdua pun menentukan Gunung Lawu sebagai destinasi pendakian kami. Sebagai gambaran, Gunung Lawu terletak dalam wilayah 2 provinsi, yakni provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Untuk provinsi Jawa Tengah, terdapat 3 jalur pendakian yang bisa digunakan oleh para pendaki yakni jalur pendakian Cemoro Kandang di sisi selatan, jalur pendakian candi Cetho di sisi barat serta jalur pendakian Tambak yang juga berada di sisi barat. Untuk provinsi Jawa Timur sendiri memiliki 2 jalur pendakian yakni jalur Cemoro Sewu di sisi selatan serta jalur pendakian Jogorogo di sisi utara.
Namun, untuk jalur resmi hanya melingkupi 2 jalur yakni jalur pendakian Cemoro Sewu dan jalur pendakian Cemoro Kandang, yang menarik adalah kedua jalur ini hanya terpisah beberapa ratus meter.
Untuk pendakian kali ini, kami berdua memutuskan untuk naik melalui jalur Cemoro Sewu. Pertimbangannya adalah jarak tempuhnya yang lebih pendek dari jalur yang lain. Kami berdua berangkat dari Yogyakarta selepas berbuka puasa.
Sepanjang perjalanan dari Yogyakarta menuju basecamp Cemoro Sewu, kami tak hentinya ngobrol. Malang tak dapat ditolak, kabel gas motor yang kami gunakan putus di daerah Klaten. Kami pun lantas mencari bengkel motor untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Setelah berjalan kurang lebih 1 Km, kami berhasil menemukan bengkel motor yang masih buka. Perjalanan kembali dilanjutkan. Sesampainya di daerah Karanganyar, tepatnya di daerah Palur, tiba-tiba lampu motor kami padam. Terpaksa kami menggunakan headlamp sebagai sumber penerangan sepanjang perjalanan. Padahal jarak masih tersisa kurang lebih sekitar 50-an km dari basecamp Cemoro Sewu.
Akhirnya kami tiba di basecamp Cemoro Sewu sebelum tengah malam. Di daerah pasar Tawangmangu, kami sempat berhenti untuk membeli nasi bungkus sebagai santapan sahur. Tepat tengah malam akhirnya kami berdua memulai pendakian bulan Ramadan di Gunung Lawu untuk berburu bintang!
Di sepanjang jalur pendakian, saya menemukan suasana yang benar-benar berbeda. Mulai dari tidak adanya rekan sesama pendaki di sepanjang jalur, hingga langit malam yang cerah bertaburkan bintang. Sungguh merupakan keberuntungan bagi kami, terutama rekan saya Fahmi, yang berniat mengabadikan foto jejak bintang serta lansekap langit malam gunung Lawu.
Tak terasa perjalanan sudah cukup lama, hingga kami berdua tiba di Watu Jago, kira-kira 200 meter sebelum pos 2 pendakian jalur Cemoro Sewu. Di sini, kami memutuskan untuk istirahat sembari menunggu waktu santap sahur tiba.
ahmi pun lantas mengeluarkan peralatan fotografinya untuk mengabadikan pijar terang bintang yang menghiasi langit malam Gunung Lawu. Setelah beberapa lama berada di Watu Jago, kami berdua melanjutkan pendakian dengan target berhenti di pos 5 untuk mendirikan tenda.
Sore harinya, kami memutuskan untuk menuju puncak. Sebelumnya kami menyempatkan mampir di warung Mbok Yem yang berada di sisi utara, tepat sebelum puncak tertinggi gunung Lawu. Mbok Yem sendiri sangat terkenal di kalangan pendaki Gunung Lawu sebagai pemilik warung yang berada di atas ketinggian 3000 mdpl. Di sana, para pendaki bisa menyantap nasi pecel serta segelas teh panas buatan Mbok Yem yang sangat legendaris.
Menurut cerita yang beredar di kalangan pendaki, Mbok Yem sangat jarang turun kebawah. Sehari-hari beliau selalu berada di kawasan puncak Gunung Lawu, membuka warung makan serta tempat penginapan ala kadarnya bagi para pendaki yang tidak atau enggan membuka tenda. Sungguh seperti oase yang berada di tengah gurun pasir.
Kembali ke pendakian, kami akhirnya sampai di warung Mbok Yem. Ternyata di tempat tersebut, kami bertemu dengan rekan sesama pendaki yang juga berasal dari Yogyakarta. Kami pun akhirnya sepakat untuk menuju puncak (summit attack) bersama-sama. Sebelumnya, kami menitipkan barang-barang di tempat Mbok Yem supaya tidak terlalu lelah saat menuju puncak.
Menjelang waktu berbuka, rombongan kami tiba di puncak gunung Lawu. Puncak tertinggi gunung Lawu lebih dikenal dengan sebutan puncak Hargodumilah. Puncak Hargodumilah berada pada ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl). Setibanya di puncak, rombongan kami pun lantas beristirahat, sembari mengabadikan suasana puncak gunung Lawu menjelang terbenamnya matahari.
Saat waktu berbuka tiba, saya dengan tidak sabar lantas meneguk air yang saya bawa. Sungguh segar rasanya setelah mendaki dalam kondisi berpuasa. Seakan mendapatkan energi lain dalam hidup. Taste of Heaven!
Rekan pendakian saya, Fahmi, berhasil mendapatkan foto galaksi Bima Sakti (Milky Way) di Puncak Lawu. Benar-benar keberuntungan bagi kami berdua. Setelah dirasa cukup, kami pun turun kembali menuju warung Mbok Yem untuk beristirahat. Kami tidak lagi mendirikan tenda, melainkan tidur di warung Mbok Yem, dengan pertimbangan esok tidak kerepotan berkemas saat turun gunung.
Esoknya, kami pun turun gunung menuju basecamp Cemoro Sewu selepas santap sahur. Total waktu pendakian yang kami lakukan kurang lebih 3 hari 2 malam terhitung dari keberangkatan kami dari Yogyakarta. Kami sampai di basecamp Cemoro Sewu tanpa kurang suatu apapun. Lagi-lagi kami tidak bersua dengan pendaki lain sepanjang perjalanan turun.
Sungguh suasana yang sangat berbeda mengingat Gunung Lawu merupakan gunung sangat populer di kalangan pendaki sehingga tingkat kepadatan pendaki biasanya cukup tinggi. Teringat saya akan penjelasan dari teman yang menyebut gunung Lawu dengan istilah gunung weekend. Istilah gunung weekend sendiri diartikan sebagai gunung yang bisa dicapai puncak serta turung kembali dalam rentang waktu sehari semalam.
Meski demikian, kami berdua sudah merencanakan untuk tidak terlalu mengejar waktu saat mendaki Gunung Lawu. Pada akhirnya kami berdua berhasil menuntaskan rencana awal yang berasal dari obrolan ringan. Sungguh, menjadi pengalaman yang sangat berbeda saat melakukan kegiatan pendakian disaat bulan Ramadan. (detik)
0 Komentar untuk "Galaksi Bima Sakti Terlihat dari Puncak Gunung Lawu"
Harap Maklum Masbro, Komentar dengan Link Aktif Otomatis Terhapus. Trims